Oleh: Salamuddin Daeng, Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)
HALLOIDN.COM – Coba pikirkan lagi oleh Pemerintah Jokowi mengenai dibolehkannya pemda menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) LPG subsidi 3 kg ini.
Mengingat LPG ini hajat hidup orang banyak, sangat berkait dengan biaya hidup paling pokok yakni biaya memasak makanan.
Pikirkan bahwa harga makanan jika makin mahal akibat harga LPG yang mahal akan berakibat orang kelaparan. Bukan hanya miskin tapi kelaparan.
Baca Juga:
KPK akan Panggil Mantan GubernurJabar Ridwan Kamil Terkait Dugaan Korupsi Proyek Iklan Bank BJB
Termasuk Haji Isam, Prabowo Subianto Kenalkan Konglomerat kepada Investor Global Ray Dalio
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa, Semoga Allah Melimpahkan Rahmat-Nya kepada Keluarga Kita
Percuma pemerintah koar-koar tentang pengendalian inflasi, pengedalian harga kebutuhan pokok, pengendalian harga bahan makanan.
Akan tetapi di depan mata pemerintah sendiri masalahnya tidak diatasi.
Yakni membolehkan dan membiarkan pemda menetapkan HET LPG atas usulan gerombolan pengusaha yang ingin mengambil untung lebih atas barang bersubsidi.
Kebijakan ini membuka ruang kongkalikong antara pemerintah daerah dengan pengusaha melalui asosiasi tunggal pengusaha di sektor hilir BBM yakni Hiswana Migas.
Baca Juga:
Sebelum Dirawat, Paus Fransiskus Sempat Berselisih dengan Kardinal Soal Defisit Keuangan Vatikan
Dorong Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, CEO Danantara Rosan Roeslani Beberkan Pentingnya Investasi
Kebijakan ini juga membuka ruang kongkalikong antara agen agen LPG dengan pemerintah daerah dan mungkin juga legislatif daerah untuk memaikan harga LPG agar bisa meraup cuan.
Ruang kongkalikong semacam ini tidak boleh dibiarkan.
Ingatlah pemerintah bahwa LPG ini disubsidi ratusan truliun oleh negara, uangnya berasal dari pajak yang dibayarkan oleh rakyat.
Seluruh biaya penghasilkan LPG, mendistribusikannya termasuk keuntungan SPBE, agen dan pangkalan telah dibayarkan oleh negara melalui APBN melalui ketetapan harga secara nasional.
Baca Juga:
Jangan lagi menbuka ruang untuk birokrasi bermain main dengan dengan Harga Eceran Tertinggi.
Ini namanya sudah makan subsidi makan lagi dari keringat rakyat. Ini bahaya. Coba lihat petani menghasilkan beras, tidak ada keleluasaan seperti ini.
Kalau dasarnya adalah ongkos angkut LPG yang makin jauh sehingga perlu ada HET, maka apa gunanya subsidi oleh negara, dimakan siapa subsidi ratusan triliun?
Lagi pula dimana itu agen-agen LPG yang jauh dari SPBE? Apakah pemerintah daerah bisa menunjukkan nama perusahaan dan alamatnya, benar tidak mereka itu semua lokasinya jauh dari SPBE.
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
Sebutkan nama dan alamat perusahaannya. Apa ada?
Sementara untuk menjadi SPBE, agen dan menjadi pangkalan LPG para pengusaha berebutan kok. Ini gak masuk akal.
Kebijakan semacam ini tampaknya seperti penindasan dan penghinaan kepada masyarakat yang tinggal jauh dari stasiun pengisian LPG.
Karena dasar kebijakan ini adalah “Karena sampean jauh dari stasiun pengisian LPG maka sampean bayar mahal”. Ini pikiran taruh dimana?
Makin jauh dari pusat pusat bisnis keadaan rakyat kita makin miskin, lah kok malah disuruh bayar makin mahal. Ini tidak manusiawi.***